Belajar Tanpa Mengenal Batas
hidup adalah belajar tanpa batas
“Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya.” (QS al-‘Alaq [96]: 1-5).
Kanjeng Nabi Muahmmad shallallâhu ‘alahi wa sallam bersabda أُطْلُبُوا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلىَ اللَّهْدِ “Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahat”. Hadits tersebut menjadi dasar dari ungkapan “Long life education”
atau pendidikan seumur hidup. Lebih sederhananya belajar itu tanpa
mengenal batas usia. Kehidupan di dunia ini rupanya tidak sepi dari
kegiatan belajar, sejak mulai lahir sampai hidup ini berakhir. Belajar ndak ada habis-habisnya. Yang jelas saya sangat berbaik sangka dengan sabda yang satu ini.
Belajar apa saja tentu akan membawa
manfaat. Pasti berguna, tak perlu ragu dalam belajar. Dan jangan
membebani ilmu dengan apapun. Ilmu saja, sudah bermanfaat kok, bahkan
ketika belum dimanfaatkan. Ilmu yang ketika dibagi malah bertambah. Ilmu
yang jika salah satu pintunya kita buka, maka terbukalah seribu pintu
yang menunggu untuk dimasuki.
Ada yang bilang cari ilmu dari dulu kok
gak kaya-kaya. Yang salah ilmunya atau orang yang tidak bisa
memanfaatkan ilmunya atau malah ilmunya yang kurang. Orang pun banyak
yang kemudian terjebak, sekolah bukan lagi cari ilmu, tapi cari kerja.
Maksudnya biar ketika lulus dapat mudah mencari pekerjaan.
Ujung-ujungnya bagaimana ilmu yang didapat, bisa untuk mendapatkan uang
sebanyak-banyaknya.
Tak dapat dipungkiri, industri memang
seperti itu. Ibarat sekolah itu pabrik yang produknya adalah mesin
manusia siap kerja. Sehingga orang sekolah terpaksa. Cari ilmu kepepet.
Mereka kehilangan gairah, nikmatnya memperoleh ilmu, indahnya
mengamalkan ilmu, syahdunya merasakan manfaat ilmu yang dipelajari. Ilmu
diperlakukan seperti sapi perahan, bukan sebagai jalan untuk meraih
kemuliaan-kemuliaan. Gak heran orang berhenti belajar ketika sudah lulus
sekolah, malas mencari ilmu lagi karena sudah dapat pekerjaan. Buat apa
belajar? Apa perlunya belajar kalau sudah bekerja?
Padahal inovasi sangat penting dan
selalu dibutuhkan. Manusia butuh tumbuh, tidak hanya fisiknya, tapi juga
mental dan spiritualnya serta intelektualitasnya. Manusia yang
jangkep, yang sigap menghadapi setiap tantangan jaman. Tidak asal keli tetapi sanggup ngeli. Keli itu tidak ada lagi kendali untuk tidak keli lagi. Sementara ngeli, masih punya kesanggupan untuk tidak keli.
Manusia yang memiliki antibodi kuat. Tidak gampang ditipu, tidak mudah
diiming-imingi. Sangat mandiri dan percaya diri tetapi juga mampu
mengayomi. Manusia yang tidak hanya bertambah tua tetapi juga bertambah
dewasa.
Andaikan semua orang tahu manfaat ilmu,
dahsyatnya ilmu, ajaibnya ilmu maka akan seperti sahabat atau tabiin
yang rela berjalan berpuluh-puluh kilometer demi mendapatkan satu ilmu.
Rela dirampok harta bendanya asalkan jangan dirampas buku-bukunya. Masih
ingat cerita guru pas SD dulu, bahwa dijepang ketika di bom yang
ditanyakan kaisarnya adalah berapa jumlah guru yang tersisa. Betapa
tinggi dan terhormat kedudukan orang yang berilmu. Kurang lebih seperti
itu yang diajarkan guru-guru yang intinya bahwa ilmu menjadi bahan
penting bagi kemajuan suatu bangsa.
Ilmu dan belajar seperti sudah satu paket. Perintah pertama Allâh juga iqro.
(QS al-‘Alaq [96]: 1-5). Belajar atas nama Allâh, setiap yang
dipelajari direligiusisasikan ke Tuhan. Paham asal-muasal dan proses
lahirnya setiap ilmu. Dan hanya dengan berbaik kepada Sang Pemilik jagad
ilmu kita bisa lebih mudah paham. Ilmu-Nya yang tak habis-habis, yang
tujuh samudera lebih, itu ilmunya. Maka setetes itu milik semua manusia.
Betapa sedikit sekali dan betapa masih terbuka sangat lebar bagi
perkembangan ilmu. Jangan khawatir ilmu mandeg. Atau stok hidayah yang
defisit. Hidayah dan ilmu Allâh masih sangat melimpah. Jibril masih
setia menyampaikan pendaran-pendaran wahyunya. Semua masih
bergentayangan disekitar kita, hanya kita mampu atau tidak menyediakan
wadah dan menangkap ilmu yang betebaran tersebut.
Sangat indah dan maha luas ilmu Allâh, dalam QS Luqmân [31]: 27, “Dan
seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya
tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allâh. Sesungguhnya Allâh
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Jadi sangat menggairahkan
setiap saat menggali keajaiban demi keajaiban ilmu Allâh. Baik dalam
kitab suci maupun di kehidupan nyata dan alam semesta. Hubungan antara
satu bagian dengan bagian lainnya. Pasangan dengan pasangannya karena
setiap elemen di dunia ini pasti ada pasangannya. Yang tentu saja, jika
konsisten akan terus menguak dan menemukan rahasia-rahasia ilmu yang
masih terpendam. Sangat mungkin bagi manusia untuk membuka ilmu yang
sama sekali baru, atas ijin Allâh.
Pentingnya setiap manusia membiasakan
untuk membaca sebagai kegiatan yang menyenangkan. Membaca tidak hanya
tulisan, tapi apapun saja. Membaca situasi, membaca suara, membaca pola
dan lain sebagainya. Membaca yang komprehensif, yang utuh, tidak
parsial. Membaca yang tampak dan yang tidak tampak. Membaca dengan
kesadaran sinau. Menyertakan tujuan ingin paham sesuatu yang
dibaca. Menguak misteri ketidaktahuan. Membaca sebagai pintu masuk ilmu,
agar lebih mendalam, lebih melebar, lebih meninggi dan lebih meluas.
Ilmu yang terus tumbuh dan tumbuh. Yang berhentinya kalau sudah mati.
Belajar itu selalu dibutuhkan siapa saja
dalam waktu seperti apapun. Apapan posisi dan kondisi kita. Karena
selalu saja ada wilayah gelap manusia dan butuh penerangan. Ilmulah yang
akan menerangi karena ilmu itu cahaya. Bedanya orang berilmu lebih
mudah di dalam mengerjakan sesuatu. Menarik firman Allâh dalam QS
al-Ra’d [13]: 16, “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang.”
Orang yang berilmu, semakin tambah ilmunya semakin berani. Semakin
tambah ilmunya semakin tenang dan percaya diri. Mentalnya, spiritualnya,
output sosialnya semakin baik seiring bertambah ilmunya. Jadi orang
yang rajin belajar harus semakin baik. Kalau tidak, pasti ada yang salah
dengan apa yang dipelajarinya dan caranya mempelajari.
Dari jaman adam hingga terakhir manusia
diciptakan, orang berilmu tetap menduduki kedudukan yang tinggi. Baik
dimata manusia maupun dimata Allâh. Orang berilmu akan banyak dimintai
tolong oleh yang lain. Orang berilmu cenderung lebih berguna dan
diharapkan kedatangannya dimana-mana. Meskipun setiap zaman memiliki
perbedaan bidang ilmunya. Ada yang perdukunannya yang maju, ada yang
ilmu kedokterannya yang maju, ada yang ilmu berkuasanya yang maju, ada
yang ilmu teknologinya yang maju, ada yang ilmu batinnya yang maju dan
lain sebagainya. Semua yang berilmu dihormati dan dicari.
Masalah sangat bisa diselesaikan dengan
ilmu yang benar terhadap masalah yang dihadapi. Masalah tak ubahnya
sarang pencarian dan penggalian ilmu yang baik. Sebab selain informasi,
di dalam masalah yang dihadapi ada juga kesan yang ditimbulkan. Kesan
ini yang akan memudahkan diri kita untuk mengingatnya menjadi pemahaman
agar suatu ketika menhadapi masalah yang sama kita tidak susah-susah
lagi mencari referensi karena kita sudah pernah mengalami. Masalah dan
ujian ada, datang untuk menaikkan kelas manusia, men munggah derajate, men dhuwur martabate –supaya naik derajatnya, naik martabatnya-.
Ilmu bisa didapat darimana saja, dari
pengalaman, dari perkataan orang lain, dari tulisan orang, dari buku,
dari film, dari kejadian, dari anak kecil dari apapun saja. Hanya saja
tanpa kita mengolahnya terlebih dahulu menjadi sebuah pemahaman maka
yang kita tangkap hanyalah informasi. Informasi itu akan tetap jadi
informasi atau jadi yang lain tergantung bagaimana kita
memperlakukannya. Informasi tersebut mau ditingkatkan menjadi
pengetahuan saja atau dinaikkan menjadi ilmu bahkan bisa dinaikkan lagi
menjadi prinsip hidup. Semua tergantung kepandaian kita mengolah dan
menggarap informasi-informasi disekitar kita.
Banyak hal berlalu yang tinggal berlalu
saja. Lolos saja tanpa ada makna sama sekali. Disitulah pentingnya
memaknai setiap kejadian dan setiap informasi. Ada yang menjadi hikmah
yang kita petik setelah kita mengalami sesuatu pengalaman. Ada proses
internalisasi nilai-nilai yang berhasil kita tangkap sebagai ilmu. Dari
situ pula ada hal dan ilmu yang bisa kita bagikan ke yang lain. Berbagi
pengalaman dengan yang lain. Saling bertukar pengalaman, saling
bercermin diri satu dengan yang lain.
Banyak “PR” yang harus dikerjakan oleh
setiap manusia yang lahir di dunia untuk kemudian pergi dari dunia tetap
menjadi manusia. Ketelatenan menemukan satu demi satu rahmat ilmu Allâh
yang berseliweran. Rajin mencari ilmu yang memudahkan kehidupan umat
manusia. Tekun menerjemahkan firman Allâh ke dalam kehidupan
sehari-hari. Gigih dalam memperpendek jarak Tuhan dengan hamba-Nya.
Jujur dalam membuat Tuhan tak hanya melulu “diatas” tetapi juga dekat,
karib yang membantu mengiringi setiap upaya membangun peradaban manusia
yang lebih beradab. Tak hanya melibatkan Allâh, karena memang sejatinya
Allâh pasti terlibat. Lebih dari itu, manusia harus menyadarinya, sadar
bahwa setiap helai peristiwa selalu ada unsur Allâhnya. Pada akhirnya
mau tidak mau ilmu menjadi makanan wajib bagi setiap orang yang akan
merubah keadaan dari gelap ke terang benderang.